Keris Dan Kejawen

Sebagai orang jawa tentunya budaya spiritual masih dirasa kental, walau zaman semakin modern namun cara pandang dan pola pikir meyakini hal mistik secara turun temurun tidaklah mudah hilang atau dihilangkan. Hal ini bukan rahasia umum lagi. Dikalangan penganut kepercayaan spiritual jawa atau lebih dikenal dengan sebutan kejawen tentu budaya spiritualnya tidak lepas dari pusaka warisan para leluhurnya yakni keris. Orang kejawen tidak bisa disebut kejawen jika tidak memiliki keris. (wong jowo ilang jawane).
Tentunya keris secara spiritual orang kejawen diyakini memiliki daya magis dan fungsi masing-masing, karena seorang empu menciptakan/membuat keris dengan pamor tertentu diyakini memiliki daya fungsi sesuai karakter pamor yang tertuang dalam keris tersebut.
Salah satu contoh: Keris Junjung Derajat tentunya si pemilik keris pusaka ini diharapkan terangkat derajat dan pangkatnya, hoki dan mudah mencari rejeki.
Percaya tidak percaya hal ini sudah terbukti dari generasi ke generasi, makanya banyak mitos dan legenda yang terkait yang berhubungan dengan keris.
Keris pusaka bagi orang jawa dihormati dan dijunjung tinggi,baik segi perawatan,pembersihan/jamasan,dsb. Karena keris dipandang memiliki daya tuah tertentu maka dengan merawat dan menghormatinya bisa mengayomi dan mendatangkan berkah atas seijin Tuhan.
Tradisi pemakaian keris secara umum dijaman modern ini hanya pada acara tertentu misalnya mantenan/acara perkawinan. Namun tradisi kejawen setiap ritual bisa dipastikan tidak lepas dengan meyanding keris.
Keris dan Kejawen tidak bisa dilepaskan, itu suatu bentuk nguri-nguri budaya leluhur yang masih dipertahankan hingga kini. Keris adalah hargadiri seorang kejawen baik dilihat secara umum atau secara spiritual.

Pamor Keris

Pamor merupakan hiasan atau motif atau ornamen yang terdapat pada bilah tosan aji (Keris, Tombak, Pedang atau Wedung dan lain lainnya). Hiasan ini dibentuk bukan karena diukir atau diserasah (Inlay) atau dilapis tetapi karena teknik tempaan yang menyatukan beberapa unsure logam yang berlainan. Teknik tempa ini sampai saat ini hanya dikuasai oleh para Empu dari wilayah Nusantara dan sekitarnya saja (Malaysia, Brunei, Philipina dan Thailand) walau ada yang berpendapat asal teknik ini dari Tibet atau Nepal, tetapi pendapat tersebut tidak beralasan sama sekali. Diluar wilayah Nusantara dan sekitarnya biasanya hanya dikenal teknik Inlay saja seperti pedang dari Iran atau negara Eropa lainnya sehingga walau secara seni (art) tampak indah tetapi kesan “Wingit” nya tidak ada sama sekali. Ada kalanya Pedang buatan Empu diluar wilayah Nusantara terdapat juga Pamor, tetapi biasanya karena tanpa sengaja sewaktu dibuat pedang tersebut tercampur beberapa logam lainnya yang mengakibatkan timbulnya pamor tersebut, kadangkala munculnya pamor tersebut setelah pedang tersebut berumur ratusan tahun. 
Ini pula yang mungkin menjadi dasar Empu diwilayah Nusantara (Khususnya Jawa) yang mengolah cara pencampuran berbagai logam sehingga terbentu pamor yang indah dan bernilai seni tinggi. 
Bahan pamor ini oleh kebanyakan penulis dari barat dikatakan dari bahan Nikel, padahal ini salah sama sekali karena berdasarkan penelitian oleh Bapak. Haryono Aroembinang MSc (alm) dan beberapa ahli di BATAN Jogjakarta didapat bukti bahwa bahan itu adalah Titanium, suatu bahan yang baru pada abad 20 digunakan sebagai bahan pelapis kendaraan angkasa luar, padahal empu kita sudah menggunakannya dari dulu. 
Ini diterangkan sebagai berikut, ketika meteor masuk ke atmosfir bumi maka sebagian besar bahan tembaga, besi, nikel, timbel, kuningan terbakar hancur dan hanya titanium yang bertahan sampai bumi. Bahan baku pamor dahulu dibuat dari meteor yang terdapat dibumi sehingga keris jaman dulu banyak mengandung Titanium dan beratnya juga ringan. Terkenal dulu bahan pamor dari Luwu, Sulawesi Selatan yang dibawa oleh pedagang dari Bugis. 
Bahan Pamor yang paling terkenal adalah Pamor Prambanan, saat ini ada di Kraton Surakarta diberi nama Kanjeng Kyai Pamor dan ukurannya sekarang tinggal sekitar 60x60x80 Cm sebesar meja kecil karena sudah banyak digunakan empu membuat karis pesanan dari Kraton. Setelah bahan meteorit susah didapat, barulah bahan Nikel digunakan, sehingga keris saat ini bobot nya biasanya lebih berat dari keris kuno.

sumber: pdffactory.com

Rincian Bagian Keris

Rincikan Keris adalah perincian dari bagian-bagian sebilah keris dengan istilah-istilah yang telah ada turun-temurun. Ricikan sebilah keris dapat dianalogikan dengan suku cadang atau komponen mobil. Di antara komponen mobil ada yang namanya piston, gardan, bumper, pelek, dashboard, altenator, dsb. Demikian pula, tiap bagian keris yang berlainan bentuknya berlainan pula namanya.

Rincikan keris juga merupakan variasi dari sebilah keris untuk dapat disebut dhapurnya. Misalnya pada keris sederhana dhapur Brojol hanya memiliki rincikan Blumbangan atau pejetan saja. Sedangkan Dhapur Sepaner adalah memiliki rincikan sekar kacang, tikel alis, sraweyan, sogokan dan greneng. Setiap nama dhapur keris ditentukan oleh adanya Rincikan keris dan bilah lurus atau bentuk luknya.

Secara garis besar, sebilah keris dapat dibagi atas tiga bagian yakni bagian bilah atau wilahan, bagian ganja dan bagian pesi. Bagian wilahan juga dapat dibagi tiga, yakni bagian pucukan yang paling atas, awak-awak atau tengah dan sor-soran atau bidang bawah. Pada bagian sor-soran inilah ricikan keris paling banyak ditempatkan.

Nama-nama ricikan keris adalah:
1. Pesi
2. Metuk
3. Gonjo
4. Greneng
5. Rondo Nunut
6. Buntut Cecak
7. Punukan
8. Dho
9. Ri Pandan (8+9 = Ron Dho)
10. Tingil
11. Sraweyan
12. Bungkul
13. Janur
14. Sogokan (ada yang rangkap ada yang depan saja)
15. Poyuhan
16. Pejetan/Blumbangan
17. Gandik
18. Tikel Alis
19. Jenggot
20. Sekar Kacang atau Kembang Kacang
21. Jalen
22. Lambe Gajah
23. Pundak atau Sumping
24. Pudak Sa'tegal Depan
25. Pudak Sa'tegal Belakang
26. Adha-adha atau Geger Sapi
27. Lis-lisan
28. Gusen
29. Kruwingan atau Gulo Milir
30. Kruwingan Cucuk Manuk
31. Pucukan Mbuntut Tumo
32. Pucukan Anggabah Kopong
33. Sogokan Sampir atau Sinebo
34. Bawang Sebungkul
35. Sekar Kacang Pogok
36. Lambe Gajah Rangkep
37. Gonjo Wuwung
38. Gonjo Kelap Lintah
39. Gonjo Wilut
40. Kanyut
41. Wetengan Gonjo
42. Sirah Cecak
43. Buntut Cecak Sebit Lontar
44. Sirak Cecak Melinjo atau Nyangkem Kodok
45. Buntut Cecak Nguceng Mati
46. Gandik Pethuk atau Laler Mengeng
47. Mendak
48. Ukir atau Deder
49. Kinatah emas


Nama bagian-bagian atau Rincikan Keris ini digunakan untuk keris se Nusantara. Hanya sering ada perbedaan penyebutan dipengaruhi oleh bahasa lokal. Misalnya di Sulawesi menyebut Keris itu Sele atau Tappi, Gonjo adalah Kancing, Pesi disebut Oting. Demikian pula di Madura Pesi disebut Pakseh, Gonjo disebut Ghencah, bilah keris disebut Ghember sementara di Bali ada beberapa perbedaan pula menyebut Keris dengan Kadutan, Pesi disebut Panggeh, Gonjo disebut Ganje, Hulu keris disebut Danganan dslb.

Untuk pengetahuan perkerisan, baik sebagai kolektor atau pemerhati, ricikan keris walaupun merupakan pengetahuan dasar menjadi sangat penting karena setidaknya dapat untuk membedakan jenis-jenis Dhapur. Seseorang tidak akan mungkin mengetahui nama dapur bilamana ia tidak hafal terhadap ricikan keris ini.

sumber:javakeris.com